ZingTruyen.Top

Meeting You Was A Nice Accident Kim Doyoung Kim Sejeong

Jakarta, January 6

Keesokan harinya, Aurel keluar kamar sebelum matahari benar-benar terbit. Dia berniat membantu mamanya yang sedang sibuk memasak di dapur, karena Tama harus segera berangkat dan Citra masih kalut hingga tidak bisa meninggalkan Flora barang sebentar.

"Tumben udah bangun, Rel" komentar mama sambil mengaduk nasi goreng di wajan

"Iya, mau bantuin mama, tapi kayaknya udah matang aja nih" balas Aurel

"Tolong bikinin kopi ya, dua, buat papa sama abang kamu" ujar mama memberi perintah

"Okay, Ma, wait"

Aurel berjalan ke arah mesin kopi dengan dua cangkir kosong di tangannya, dia memasukkan satu kapsul kopi kesukaan papanya lebih dulu. Dengan sabar, dia menunggu sampai cairan berwarna gelap itu mengalir ke cangkir kosong di bawahnya.

Setelahnya dia lanjut dengan kapsul berikutnya yang berbeda. Tak perlu ditanya lagi kenapa Aurel bisa hafal, karena dirumah hanya ada dua jenis kapsul yang jadi favorit Tama dan papa. Mama tidak terlalu suka kopi dan Aurel jarang di rumah.

"Morning, Ma, Rel" ucap Tama yang sudah rapi sambil menuruni tangga

"Morning" balas Aurel singkat

"Sarapan dulu, bang" kata mama sambil membawa mangkuk besar berisi nasi goreng ke meja makan

"Makasih, Ma"

"Kopi, bang" giliran Aurel yang membawakan secangkir kopi pada Tama

"Thanks, Rel"

"Kamu biasanya bawa bekal kan? Mau Mama siapin?" tanya mama

"Nggak usah, Ma, nanti abang makan di luar aja" jawab Tama yang langsung disambut anggukan oleh mama

"Papa di mana?" tanya Tama melanjutkan

"Lagi potong rumput di taman belakang" jawab mama

"Kamu sarapan duluan aja, papa biasanya nanti sarapannya" lanjut mama

Aurel sebenarnya tidak ingin sarapan, tapi ia tak tega melihat abangnya sarapan sendirian. Akhirnya dia menemani Tama sarapan sambil ditemani mama yang hanya diam menatap mereka.

Seusai sarapan dan membereskan peralatan makan, Aurel naik ke lantai dua membawa nampan berisi sepiring nasi goreng, segelas air putih, dan segelas jus jeruk.

Aurel mengetuk pintu kamar di sebelah kamarnya. Setelah mendapat persetujuan, Aurel membuka pintunya dan masuk. Citra yang tengah rebahan sambil mengelus dahi Flora yang tertidur mendadak bangun.

Aurel menaruh nampan yang dia bawa di nakas dekat tempat tidur, lalu dia naik ke kasur untuk melihat wajah keponakan satu-satunya itu.

"Masih demam, kak?" tanya Aurel

"Udah enggak sih, cuma masih lemes banget anaknya" jawab Citra pelan

"Kakak sarapan dulu, ini aku bawain"

"Iya. Makasih ya, dek. Oh iya, abang kamu udah berangkat?"

Aurel mengangguk, "Udah pamit kan sama kakak?"

"Iya, tadi pamit sih, tapi katanya mau sarapan sama ngopi dulu" jawab Citra

"Udah berangkat kok tadi, aku yang temenin sarapan" ujar Aurel menenangkan

Citra menghela nafas berat, "Nggak sempet ngurusin dia aku"

Aurel tersenyum, "Nggak apa-apa lah, kak, namanya juga anak lagi sakit"

Citra menangkupkan bibirnya sembari menoleh ke arah Flora yang nyenyak tertidur. Flora memang sedang rewel-rewelnya, jadi enggan jauh dari Citra barang sebentar.

"Oh ya, tadi abang kamu bawa bekal?" tanya Citra teringat sesuatu

Aurel menggeleng, "Udah ditawarin Mama, katanya nggak usah, mau makan di luar aja"

Citra menghela nafas berat, lalu dia meraih ponselnya yang sejak semalam dia anggurkan. Banyak pesan dan telefon masuk yang Citra abaikan, termasuk beberapa yang penting. Citra sudah limpahkan semuanya ke asistennya.

Citra menempelkan ponselnya ke telinga setelah memulai panggilan dengan seseorang. Aurel hanya diam memperhatikan sambil menggantikan Citra mengelus dahi Flora.

"Halo, Yah, kamu udah sampai kantor?" tanya Citra di telefon

"Udah, barusan sampai. Kenapa, Bun? Kamu butuh apa?" suara itu bisa Aurel dengar walaupun samar

"Enggak kok, kamu nggak bawa bekal? Nanti aku susulin ya jam 11" ujar Citra menawarkan

"Nggak usah, Bun, aku bisa makan sama Bayu nanti"

"Nggak apa-apa, Yah. Sekalian aku bawain makan siang buat Bayu"

"Bun, udah kamu fokus sama Flora aja, aku nggak apa-apa kok"

"Tapi, Yah, kamu udah biasa makan masakan aku atau mama, aku takut kamu susah makan kalau makan di luar. Kamu kan picky eater"

"Hei, sayang, dengerin ya, aku nggak apa-apa kok. Aku bisa ajak Bayu ke restoran langganan kita, atau pesan makanan dari sana juga bisa"

"Ayaahh..." desis Citra pasrah, Aurel bisa merasakan rasa bersalah dari nada Citra berbicara

"I'm okay, sayang. Kamu fokus sama Flora aja ya"

Citra terdiam. Saat itulah Aurel mengerti jika Citra sedang mencari cara lain agar tetap bisa pergi mengantar makanan untuk suaminya.

"Kak, aku bisa anterin. Jadi kakak yang masak, nanti aku yang anterin" ujar Aurel menawarkan diri

Citra menoleh, "Serius?"

Aurel mengangguk semangat sambil tersenyum, toh dia juga tidak ada kegiatan apa-apa hari ini. Dipikirnya tidak akan masalah untuk sekedar mengantar makan siang ke kantor kakaknya.

"Ada Aurel?" Tama di seberang sana bersuara

"Yah, nanti aku masakin yang anterin Aurel ya" ucap Citra kembali fokus ke telfon

"Nah, iya gitu aja, aku titip Flora ya, sayang. Kamu juga jangan sampai lupa makan"

"Iya, Yah, nanti aku kabarin lagi"

Citra menutup telfonnya, lalu menatap Aurel sambil tersenyum. Aurel menyuruh Citra sarapan lebih dulu, dia menggantikan menjaga Flora. Setelahnya, Citra pamit untuk masak ke lantai satu dan Aurel yang menjaga Flora.

Saat Citra sibuk menata bekal, Flora sudah bangun dan mendadak rewel karena yang ditemuinya bukan sang bunda. Aurel inisiatif menenangkan Flora dan menggendongnya ke lantai satu, menemui sang bunda.

"Ndaa..." Flora merengek saat Citra sibuk menata nasi di kotak bekal

"Iya, sayangnya bunda. Sama ate dulu ya, bunda lagi siapin mam buat ayah sama Oom Bay" jawab Citra

Flora menurut dan diam, dia tenang di pangkuan Aurel. Flora tidak banyak bicara, tubuhnya masih lemas, jadi tidak bisa banyak bicara.

"Eh, cucu oma sudah bangun?" tanya mama yang baru datang dari kamarnya

Flora tidak menjawab, dia menelisik mengusap wajahnya di dada Aurel. Mama menyentuh dahi Flora untuk mengecek suhunya, lalu tersenyum saat tidak merasakan panas yang tinggi seperti kemarin.

"Sembuh ya, anak pinter" ujar mama sambil tersenyum

"Kamu siap-siap aja, Rel, biar Flora sama mama" sambung mama

Aurel mengangguk, lalu mengangkat tubuh Flora ke pangkuan sang mama. Setelahnya, Aurel kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap. Entah kenapa, saat mendengar Citra juga menyiapkan bekal untuk Bayu, Aurel jadi lebih bersemangat merias diri.

-
-
-

Sekitar jam 11.07, Aurel sampai di kantor milik papanya. Rasanya begitu asing, padahal dulu dia sering ke sana untuk bertemu papanya atau sekedar bermain dengan para karyawan.

Aurel menunduk menyapa resepsionis, lalu segera masuk ke lift untuk menuju lantai tempat dimana ruangan para petinggi berada.

Lift berhenti di lantai lima, Aurel keluar tanpa perasaan apapun. Dia menyusuri koridor lalu berbelok kanan dan terperanjat kaget saat melihat meja Bayu benar-benar tepat berada di depan ruangan Tama, hanya terhalang kaca gelap.

"Rel?" pekik Bayu bingung melihat Aurel tiba-tiba muncul di sana

Aurel sedang mengatur nafas karena terkejut bukan main, dia belum menghafal tatanan baru kantor papanya itu, seingatnya ruang sekretaris tidak di sini.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Bayu mendekat

"Kak, aku kaget beneran. Kayaknya dulu ruangan sekretaris nggak di sini" balas Aurel

Bayu tertawa gemas melihat tingkah Aurel yang ada-ada saja, "Nggak tahu yang dulu gimana, tapi aku dari awal kerja emang di situ"

Aurel menghela nafas berat, "Ya udah, abang ada?"

"Ada"

"Aku mau anterin makan siang, nanti kakak sekalian makan ya. Ini dimasakin banyak sama kak Citra"

"Okay, makasih ya, kamu masuk aja, nanti jam istirahat aku nyusul"

"Okay"

Aurel melanjutkan langkah masuk ke ruangan Tama setelah mengetuknya sekali. Tampak Tama yang sedang gusar dengan lembaran-lembaran di kertas di meja.

"Eh, udah sampai?" sambut Tama dengan senyum terpaksanya

"Istirahat jam berapa?" tanya Aurel sembari duduk di sofa

Tama menengok jam tangan di pergelangan tangan kirinya, "Dia puluh menit lagi. Flora gimana? Citra juga gimana?"

"Dua-duanya baik-baik aja, cuma kak Citra yang ngerasa bersalah banget nggak sempat ngurusin abang" jawab Aurel

Tama tersenyum tipis, "Kebiasaan"

"Ya udah, kerja dulu! Aku tunggu di sini" ujar Aurel mengeluarkan iPad dari tasnya

Aurel bukannya benar-benar menganggur, dia tetap harus mengontrol jalannya sekolah musik di Edinburgh. Meskipun sudah ia serahkan pada orang kepercayaannya, Aurel tetap harus menerima laporan.

Saat merasa semuanya aman, Aurel membuka laman lain di iPad nya. Dia harus menyiapkan materi untuk seminarnya tiga hari lagi. Dia diundang untuk mengisi seminar di salah satu kampus bergengsi di Jakarta, dan materinya belum matang ia persiapkan.

Belum selesai urusannya dengan iPad, tiba-tiba Tama mendatanginya dan duduk di sofa seberang Aurel. Tama membuka jas kerjanya, lalu menarik paper bag yang Aurel bawa agar mendekat ke arahnya.

"Udah jam istirahat ya?" tanya Aurel

"Iya, banyak banget Citra masak?" Tama membalas

"Sekalian sama kak Bayu katanya" jawab Aurel

"Panggilin dia, Rel, tolong"

"Wait"

Aurel beranjak berdiri dan keluar ruangan kakaknya. Awalnya dia membuka sedikit, tapi jadi keluar sepenuhnya karena melihat Bayu yang sedang sangat fokus.

"Kak" panggil Aurel

Bayu mendongak, "Aurel?"

"Ayo, makan!"

"Iya, bentar ya! Kamu duluan aja!" jawab Bayu

"Nggak, aku tungguin" balas Aurel

"Masih banyak, Rel, duluan aja ya"

Aurel menghela nafas sambil melipat kedua tangannya di depan dada, "Aku nggak tahu se complicated apa kerjaan kalian, karena abang juga keliatan stress tadi, cuma makan tetap penting, kak"

"Iya, bentar ya" jawab Bayu kembali sibuk dengan komputernya

Aurel masih berdiri di tempat, sambil melipat tangan di depan dada, dan menghujani Bayu dengan tatapan tajam.

"Itu juga kopi. Udah abis berapa cup hari ini?" tanya Aurel mengomel, tatapannya tajam mengarah pada dua cup besar kopi yang satu sudah habis dan satu lagi tersisa setengah

Bayu melirik ke sisi kanannya, "Baru itu kok hari ini"

"Abis makan siang nggak ada kopi-kopian lagi berarti"

"Yah, Rel" Bayu menatap protes

"Nggak ada protes, nurut pokoknya"

"Masa abis makan siang nggak ngopi, ngantuk dong aku, Rel" Bayu masih membujuk

"Ya udah, nggak usah ketemu aku lagi besok" Aurel ingin berbalik badan, tapi Bayu buru-buru berdiri dan menahannya

"Eh, eh, jangan gitu dong, baru juga mau ngajakin nonton weekend besok"

"Ya udah, makanya makan! Dan nggak usah ngopi lagi!"

"Iya, iya, ayo ayo" Akhirnya Bayu mendorong tubuh Aurel untuk masuk ke ruangan Tama. Tak bisa Bayu sembunyikan senyumannya. Setelah sekian lama, baru kali ini ada orang yang mengomeli kebiasaan buruknya.

Tama memotret makanannya, lalu ia kirimkan pada Citra tepat saat Bayu dan Aurel memasuki ruangan. Bayu segera mengambil posisi duduk di hadapan Tama, dan Aurel di sebelahnya.

Aurel dengan cekatan menata makanan untuk Bayu, karena yang dia lihat Tama sudah menata makanannya sendiri. Sedangkan Bayu bersandar di sofa sambil meregangkan punggungnya yang pegal, dia juga membuka ponselnya yang ia abaikan sejak pagi.

Baru ingin membalas beberapa pesan yang masuk, ponsel di tangan Bayu mendadak terbang, ternyata Aurel mengambilnya dan disembunyikan di balik badan gadis itu.

"Makan!" perintah Aurel

"Iya, iya, galak bener adik lo, Tam" balas Bayu

"Masih di kantor, Bapak Bayu Pradana Biantoro, tolong yang sopan!" balas Tama formal

Bayu menghela nafas kesal, "Ah elah, ribet banget"

Aurel terkekeh pelan mendengar interaksi dua sahabat dalam posisi bos dan karyawan.

Tama dan Bayu makan bersama, menjadikan Aurel penonton saja. Sebenarnya Aurel bisa saja pulang, tapi dia harus memastikan kedua laki-laki itu memakan masakan kakak iparnya sampai habis.

"Balik kapan, Rel?" tanya Tama tiba-tiba

"Kemana?"

"Edinburgh"

Aurel menghela nafas berat, "Harusnya sih minggu depan ya, to be honest, aku nggak bisa ninggalin sekolah lama-lama, cuma papa minta aku handle acara Yayasan karena kondisi kak Citra lagi nggak memungkinkan"

Bayu terdiam. Makanan di mulutnya tiba-tiba merasa hambar saat Aurel berkata dia tetap harus kembali ke tempat tinggalnya di luar negeri.

"Temanya apa kali ini?" tanya Tama sambil mengunyah makanannya santai

"Nggak tahu juga, proposalnya belum aku baca" jawab Aurel

"Biasanya sih berubah ya tema tiap pekannya, tapi intinya acara yang bisa meningkatkan skill dan menghibur anak-anak di Yayasan" jelas Tama

"Hm, kalau aku isi musik nggak masalah dong ya"

Tama mengangguk-angguk, "Boleh sih, setahu abang belum pernah musik selama ini"

"Okay, nanti coba aku atur"

Sesi makan siang berakhir, Bayu benar-benar dilarang Aurel untuk membeli kopi lagi. Sedangkan Tama yang baru mengkonsumsi secangkir saja tadi pagi santai saat memesan kopi di cafe kantor lantai dasar.

Karena sudah dilarang membeli kopi lagi, berakhir Aurel bertanggungjawab menemani Bayu sepanjang kerja agar pria itu tidak mengantuk. Dan di sanalah mereka sekarang, di meja sekretaris. Bayu sibuk dengan kertas dan komputernya, sedang Aurel sibuk dengan iPadnya.

"Ngantuk, Rel" keluh Bayu menggosok-gosok matanya

"Mau permen?" tawar Aurel

"Mau kopi" rengek Bayu

"No! I said, No!"

Bayu memanyunkan bibirnya dan akhirnya kembali ke komputernya dengan menguap beberapa kali.

"Selain kopi, kakak mau apa biar nggak ngantuk?" tanya Aurel

Bayu menggeleng, "Selalu kopi"

Aurel mengatupkan bibirnya kesal, "Ya udah, aku beliin air lemon bentar"

"Kok air lemon sih, Rel?" protes Bayu lagi

"Ya udah, air putih aja kalau gitu"

"Aurel"

"Ih, kakak bandel banget sih!" decak Aurel gemas

Berakhir Bayu hanya diberi air putih dan permen super asam milik Aurel. Itu sudah jam empat, harusnya dua jam lagi jam pulang kantor. Dan Aurel masih setia di sana.

Menatap setiap inchi gerakan Bayu yang kesana kemari, katanya hari itu memang sedang tidak ada meeting, hanya saja banyak dokumen yang harus Bayu persiapkan. Aurel tak menghitung berapa kali sudah Bayu bolak-balik mengambil kertas kosong di kabinetnya untuk mengisi printer.

"Pak Bayu, udah ada kabar dari PT Adiguna?" tanya Tama yang sibuk memainkan ponselnya tiba-tiba muncul

"Belum ada kabar apa-apa, pak" balas Bayu cekatan

Tama yang semula sibuk dengan ponselnya, beralih menatap Bayu dengan tatapan pasrah.

"Saya yakin, semua akan baik-baik saja, pak" gumam Bayu pelan, dia meyakinkan saat dirinya masih ragu

"Nggak mungkin tiba-tiba batal kan?" tanya Tama

"Kalau mereka membatalkan akan ada konsekuensinya, sesuai dengan kontrak, pak" jawab Bayu

Tama menghela nafas berat, dia beralih menatap jam di pergelangan tangannya, "Ya udah, ini dilanjut besok aja nggak apa-apa. Udah jam enam juga, pak Bayu boleh pulang"

"Rel, tunggu bentar ya" sambung Tama mengalihkan tatapannya pada Aurel

"Ehm, bang, aku mau sama kak Bayu dulu, boleh?" tanya Aurel ragu

"Ya udah, jangan kemaleman ya!" ucap Tama singkat, dia langsung masuk kembali ke ruangannya

"Iya" jawab Aurel singkat

"Kamu nggak capek?" tanya Bayu pada Aurel

"Kakak tinggal di apartment?" Aurel baik bertanya

Bayu mengangguk.

"Boleh aku kesana?"

"Bo-boleh"

"Ya udah, ayo pulang! Kita belanja dulu ya! Aku mau masak sesuatu buat kakak"

"Rel, aku nanya loh tadi, kamu nggak capek?"

"Enggak, ayo"

Bayu merapikan kertas-kertas di atas mejanya. Kemudian di memasukkan beberapa barang ke tas jinjingnya, lalu dia mematikan komputer di meja, dan meninggalkan meja kerjanya itu bersama Aurel.

Benar perkataan Aurel, mereka mampir ke supermarket terlebih dahulu. Awalnya Aurel melarang Bayu untuk ikut masuk, tapi Bayu tidak akan meninggalkan perempuan sendiri berbelanja. Jadilah Bayu mendorong troli dan Aurel sibuk memilih satu persatu bahan makanan.

"Mau masak apa sih, Rel?" tanya Bayu penasaran

"Oh ya, kakak ada alergi nggak?" lagi-lagi Aurel menjawab pertanyaan Bayu dengan pertanyaan

"Nggak ada" jawab Bayu sambil menggeleng

"Hm, aku takut kakak nggak suka deh, apa aku masak makanan Indo aja ya?" ujar Aurel sambil melihat berbagai bahan-bahan makanan di depannya

"Apa sih? Aku tanya kamu mau masak apa kamu nggak jawab, sekarang malah tiba-tiba bilang aku nggak suka" protes Bayu

Aurel terkekeh pelan, "Oh, aku belum bilang ya"

Bayu mendengus kesal, "Kebiasaan kamu tuh, orang nanya dijawab pakai pertanyaan"

Aurel terkekeh lagi, "Aku mau masak stovies, kak. Pernah makan nggak?"

"Scottish stovies?" tanya Bayu memastikan

Aurel mengangguk, "Pernah makan nggak?"

Bayu menggeleng, "Tapi aku pengen coba, ayo masak itu aja"

"Okay"

Setelahnya, Aurel tidak lagi ragu untuk memasukkan bahan-bahan yang ia butuhkan ke dalam troli. Beruntungnya supermarket tidak begitu ramai malam itu, jadi mereka tidak perlu mengantre di kasir.

Bayu memasukkan belanjaan ke mobilnya, lalu mereka melanjutkan perjalanan ke apartemen Bayu, seperti kesepakatan mereka sebelumnya.

Begitu sampai di apartemen Bayu, Bayu menaruh belanjaan di meja dapur, sedangkan Aurel tak hentinya berdecak kagum dengan interior apartemen Bayu yang sangat maskulin.

"Acak-acak aja nih dapurku" ujar Bayu

"Okay, kamu mandi aja, kak, nanti selesai mandi pasti aku udah selesai masak juga" balas Aurel

"Ya udah, aku mandi ya, kamu masaknya hati-hati"

"Siap"

Bayu meninggalkan Aurel begitu saja di dapur, dan Aurel melangkah ke sofa untuk menaruh tasnya dan melepas blazer merah muda yang dia pakai sejak siang tadi. Selanjutnya, Aurel mencuci tangan dan mulai mengolah bahan-bahan yang tadi dia beli.

Setengah jam berlalu, tak berselang lama setelah Bayu kembali pada Aurel, makanan sudah tersedia sempurna di meja dapur.

"Aku nggak kebiasa makan di meja makan, makan di sofa aja ya!" ucap Bayu sambil mengangkat makanan mereka ke ruang TV

Aurel mengekori Bayu menuju ruang TV. Keduanya menikmati masakan tradisional Skotlandia bernama stovies itu. Bayu berkali-kali takjub dengan rasa makanan yang benar-benar sesuai dengan seleranya.

"Next time masakin aku makanan Scottish yang lain dong" ujar Bayu setelah menandaskan isi piringnya

"Okay" jawab Aurel semangat

Aurel juga menaruh piring kosongnya di meja, lalu mengusap bibirnya dengan tissue. Dia mengikuti pergerakan Bayu yang menyandarkan punggung ke sandaran sofa.

Aurel menoleh, dia mendapati kacamata yang masih saja bertengger di atas telinga Bayu. Perlahan tangan Aurel melepaskannya, dia berdecak saat melihat bekas kacamata yang begitu jelas terukir di pelipis hingga ke bagian atas daun telinga.

"Nggak capek pakai kacamata terus?" tanya Aurel sambil mengelus pelan bekas kacamata itu

"Ya gimana, kalau nggak pakai kacamata, mataku perih ngeliat laptop" jawab Bayu

"Kakak abis ini masih mau kerja?" Aurel kembali bertanya

Bayu mengangguk ragu, "Jangan marah dulu! Aku nggak akan bisa istirahat kalau kerjaan aku belum selesai, Rel"

Aurel menghela nafas berat, "Kakak sering kayak gini?"

"Ehm, nggak juga, akhir-akhir aja keadaan kantor agak complicated. Penjualan salah satu produk kita stuck dan cenderung menurun, terus ada client yang mendadak nggak ngasih kabar dan ada rumor bakal dibatalin kerjasamanya. Jadi, aku sama Tama lagi berusaha buat dapetin client lain, ya in case, beneran batal, biar kita nggak terlalu rugi" jelas Bayu panjang. Jarang bagi Bayu melakukannya, bukan karena tidak ada tempat untuk berbagi, tapi karena Bayu memang bukan pencerita yang baik.

Aurel menghela nafas berat, tangannya bergerak mengusap lembut punggung Bayu yang begitu tegang, Aurel yakin itu karena Bayu terlalu banyak duduk di depan komputernya.

Perlahan tapi pasti, Aurel menarik tubuh Bayu agar kepala laki-laki bersandar pada pundaknya yang notabene lebih kecil. Tangan Aurel melingkar pada tubuh Bayu, lalu menepuk-nepuk dengan gerakan pelan.

"Good job for today, kerja kerasnya lanjutin besok ya. Siapa tahu, besok lebih baik" bisik Aurel pelan

Bayu mengusap wajahnya di pundak Aurel, entah kenapa kalimat Aurel dan pelukan ini benar-benar membuatnya merasa hangat. Bayu tidak pandai mengungkapkan perasaannya, atau sesederhana bercerita tentang bagaimana harinya pun Bayu tidak pernah anggap itu penting.

"You can share me anything, kak. Jangan ngerasa sendirian terus ya" sambung Aurel masih berbisik

Tangan Bayu yang semula ragu, kini sudah akrab melingkar di pinggang Aurel. Jika bisa jujur, Bayu tidak ingin melepaskan pelukan ini sampai besok. Tenaga Bayu benar-benar terkuras hari ini, dia butuh pelukan ini untuk mengisi ulang.

Namun, kenyataan tak berpihak pada Bayu. Pelukan hangat itu hanya bertahan setidaknya lima belas menit, karena setelahnya Aurel pamit untuk pulang. Bayu terus menawarkan diri untuk mengantar, dan seterusnya pula Aurel menolaknya dengan berbagai alasan.

Akhirnya Bayu mengalah, dia membiarkan Aurel pulang sendiri dengan catatan harus menelfonnya apabila sesuatu terjadi dan harus langsung menghubunginya jika sudah sampai.

Bạn đang đọc truyện trên: ZingTruyen.Top